Perkara sengketa tanah seluas 13 hektar di Banjar Cengiling, Balangan, dan Pesalakan, Kelurahan Jimbaran, Kuta Selatan Badung yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menuai sorotan lantaran dokumen yang dipakai oleh Made Dharma, dkk selaku penggugat diduga hasil tindak pidana pemalsuan.
“Dokumen silsilah dan surat keterangan waris yang digunakan sebagai dasar membuat gugatan itu palsu, sehingga otomatis gugatan yang dibuat juga palsu,” ujar Harmaini Idris Hasibuan SH, kuasa hukum Made Tarip Widharta, Pengempon Pura Dalem Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung Bali, selaku tergugat.
Penggugat diketahui adalah mantan anggota dewan Kabupaten Badung. Atas dugaan pemalsuaan tersebut, Hasibuan mengatakan kliennya telah melaporkan penggugat ke polisi. Dalam pemeriksaan polisi, katanya, Lurah Jimbaran mengaku tidak pernah menandatangani atau mengesahkan dokumen silsilah keluarga dan waris I Riyeg (alm) yang dipakai penggugat dalam gugatannya.
“Surat Pernyataan Silsilah Keluarga tanggal 11 Mei 2022, Surat Pernyataan Waris tanggal 11 Mei 2022, Surat Silsilah Keluarga I Riyeg (alm) tanggal 14 Mei 2001, dan Surat Keterangan Nomor: 470/101/Pem, tanggal 4 Agustus 2022, yang menurut penggugat diterbitkan oleh Kelurahan Jimbaran, ternyata Lurah Jimbaran di dalam pemeriksaan polisi menyatakan tidak pernah, tidak tahu dan menyatakan surat itu palsu,” tegasnya.
Penggarap Vs Pemilik
Hasibuan mengatakan perkara ini merupakan kasus penggarap melawan pemilik tanah. Ia menjelaskan, tahun 2001 kliennya hendak menyewakan 4 hektar lahan tersebut untuk dibangun hotel. Pada saat bersamaan kliennya mengajukan penerbitan sertifikat.
Pihak hotel mengajukan syarat agar lahan dikosongkan dan urusan dengan penggarap diselesaikan. Saat itu, katanya, lahan digarap oleh Made Dharma, Ketut Senta dan Made Patra. Maka dibuatlah perjanjian dan kesepakatan antara penggugat dan kliennya dengan dimediasi oleh Lurah Jimbaran saat itu.
Perjanjian tersebut, kata Hasibuan, berisi empat poin. Pertama, penggugat mengaku sebagai penghuni penggarap. Kedua, penggugat mengakui pewaris sah atas semua tanah I Riyeg adalah kliennya. Ketiga, mengakui pemilik tanah yang sah adalah kliennya. Dan keempat, membuat pernyataan dikemudian hari tidak akan menuntut atau menggugat kliennya maupun tanah-tanah lain yang berasal dari I Riyeg.
“Jadi untuk itu, dikasilah mereka dengan cuma-cuma lahan seluas 75 are dan uang Rp 200 juta. Jadi jelas dengan adanya perjanjian dan kesepakatan itu, penggugat mengakui hanya sebagai penyakap (penggarap, red) bukan pemilik. Perjanjian dan kesepakatan pengosongan itu telah juga dituangkan dalam akta notaris,” kata Hasibuan.
Dikonfirmasi awak media, Lurah Jimbaran I Wayan Kardiasana membenarkan silsilah yang dibuat oleh penggugat palsu. Menurutnya, Made Dharma tidak memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dalam pengajuan silsilah tersebut. Wayan Kardiasa juga mengungkapkan fakta di lapangan secara fisik objek dikuasai oleh Made Tarip.
“Memang silsilah itu kami mengeluarkan, tapi mereka (penggugat, red) tidak memberikan keterangan yang sebenar-benarnya, makanya itu kami cabut. Setelah ada gugatan menggunakan berkas-berkas itu, barulah kami tau itu palsu. Karena kami sudah mencabut tanda tangan disurat itu. Faktanya, secara fisik Pak Tarip (Made Tarip, red)-lah pemilik tanah itu,” kata Wayan Kardiasa.
“Saya lihat di buku kepemilikan itu juga gak ada diturunkan ke Pak Dharma (penggugat, red) itu. Di sertifikatnya kan jelas (milik Made Tarip, red),” imbuhnya.
Dikonfirmasi terkait tudingan tersebut, melalui kuasa hukumnya, Putu Nova belum memberi tanggapan. Upaya awak media menghubungi lewat sambungan telepon dan pesan Whatsapp, hingga berita ini ditayangkan belum mendapat respon dan jawaban.